JNC Sumedang – Sumedang hari ini 22 April 2022 memperingati Hari Jadi Sumedang atau HJS yang ke-444 tahun. Hampir 4 setengah abad, Sumedang berdiri, bagaimana sejarahnya?
Keberadaan Sumedang sebenarnya telah ada sejak abad ke-12, dimana cikal bakalnya adalah Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih dibawah kekuasaan Kerajaan galuh atas perintah Prabu Surya Dewata, sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pakuan Pajajaran di Bogor.
Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Tembong Agung, yang artinya menampakkan keluhuran, secara harfiah tembong artinya tampak dan agung artinya luhur.
Kerajaan ini berganti nama menjadi Himbar Buana saat dipimpin oleh Prabu Tajimalela. Himbar Buana sendiri berarti menerangi alam.
Kemudian berganti menjadi Sumedang Larang, yang berasal dari Insun Medal Insun Madangan yang artinya aku dilahirkan untuk menerangi, sedangkan larang artinya sesuatu yang tidak ada tandingannya.
Sejarah 22 April 1578
Disadur dari Sejarah Sumedang karangan Drs. E. kosmayadi (1994), bahwa dalam perkembangan Sumedang, yang mengganti Ratu Pucuk Umun adalah putra yang pertama yakni Pangeran Angkawijaya.
Setelah menjadi Raja, beliau bergelar Prabu Geusan ulun, dengan Karaton di Kutamaya.
Saat itu, Kerajaan Pajajaran sedang bergolak. Pajajaran diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin oleh Sultan Maulana Yusuf, yang merupakan keturunan Sunan Gunungjati dalam rangka menyebarkan Agama Islam.
Serangan dari Banten telah membuat Rakyat Pajajaran dan Kerajaan menjadi tidak jelas, bahkan Prabu Siliwangi sendiri meninggalkan Keraton.
Sebelum meninggalkan Keraton, prabu Siliwangi mengutus 4 orang kandaga Lante (Prajurit Pilihan) untuk memberikan mahkota Binokasih kepada Raja Sumedang, Prabu Geusa Ulun.
“Pikeun Kandaga Lante, taya deui geusan ulun kuawula anu pantes, iwal ti Raden Angjawijaya anu nyata terah Pajajaran, (untuk Kandaga lante, tidak ada lagi geusan ulun … yang pantas, kecuai Raden Angkawijaya yang memilliki terah Pajajaran),” kata Prabu Siliwangi.
“Sajaba ti kitu payus pisan mun dae’rah kakawasaan Pajajaran kae’re’h ku nagara Sumedang Larang (Dan untuk itu, pantas jika daerah kekuasaan Pajajaran … negara Sumedang Larang),” tambahnya.
Dengan kehadiran Kandaga Lante ke Sumedang Larang, hakikatnya adalah tanda bahwa Kerajaan Pajajaran telah bubar.
Untuk itu, maka kekuasaan Negara Sumedang Larang menjadi tambah besar.
Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Cisadane, Sebelah Timur Sungai Cipamali, kecuali Cirebon dan Jayakarta, Sebelah utara adalah Laut Jawa dan sebelah selatan adalah Samudera Hindia.
Dalam Buku karya Dr. R. Asikin Widjajakusumah menjelaskan bahwa Pangeran Geusan Ulun berdiri menjadi Nalendra.
“Harita teu kabawa kusasaha di Sumedang Larang sabada burak Pajajaran” artinya kurang lebih bahwa pada jaman tersebut, Sumedang Larang menjadi negara merdeka.
Prof. Dr. Husein Djajadiningrat dalam ” Critise Beshuocing van de Sejarah Banten”. Disertasi ini menyebutkan bahwa kejadian penyerangan tentara Islam ke Purasaba Pajajaran terjadi pada tanggal 14 bulan Sapar taun Jim Ahir, atau diperkirakan jatuh pada tanggal 22 bulan April taun 1578 Masehi.
Atas dasar sejarah tersebut, dalam menentukan sejarah hari jadi Sumedang, yang di prakarsai oleh Drs. Amir Sutaarga, Drs. Sale’h Danasasmita, Dr. Atja kalayan Drs. Gurfani menyimpulkan bahwa tanggal 22 April 1578 menjadi waktu ulang Tahun Sumedang.
Keputusan tersebut akhirnya ditetapkan oleh DPRD Tingkat II Sumedang melalui Keputusan Nomor 1/Kprs/DPRD/Smd/1973 tanggal 8 Oktober 1973 yang menetapkan 22 April 1578 sebagai Hari jadi Sumedang (HJS).
Mak sejak saat itu, setiap tanggal 22 April, diperingati sebagai hari Ulang Tahun Sumedang atau Hari Jadi Sumedang.***